Kamis, 05 Maret 2009

MISI

Saya teringat dengan satu kalimat salah seorang tentara kopasus yang melatih kami pada masa pendidikan yang semi militer :
“haram hukumnya untuk tampak takut bagi seorang tentara, apalagi pada posisi komandan, oleh karena itu jika ada seorang tentara apalagi seorang kopasus, menampakkan ketakutannya di tengah pasukan, biasanya ia akan dibunuh sebelum ketakutannya itu menular pada seluruh pasukan”.

Merenungkannya, saya pun buka lembaran sejarah orang-orang mulia dan menemukan sebuah fakta, bahwa ada sebuah DISIPLIN KERAS yang dibutuhkan oleh misi & tugas tertentu dalam kehidupan ini.

Wahai sahabatku..

Bukankah Alqur’an juga telah menceritakan hal yang serupa, sehingga tugas untuk menjadi seorang istri nabi adalah sebuah tugas & misi yang sungguh menuntut sebuah disiplin keras pada tingkat yang berbeda dibandingkan dengan wanita-wanita lain pada umumnya (QS. 33:32)– dimana untuk setiap kesalahan, mereka akan akan mendapat sanksi berlipatganda (QS.33: 30).

Wahai sahabatku..

Sebuah misi akan selalu memberikan alasan-alasan yang kuat untuk semua kedisiplinan yang akan kita ciptakan, dan sungguh ia membuatnya bukan saja tak membebani bahkan kita jadi sungguh menikmati.

Misi itu memberikan gairah, orientasi dan tentu saja makna bagi eksistensi. Misi itu memberi kekuatan kepada upaya, meneguhkan kemauan, mengilhamkan kreatifitas pada tantangan, memberikan semangat kebangkitan pada setiap hempasan kegagalan juga memberikan kehangatan & kepuasan pada setiap keletihan..tanpa misi, sungguh kedisiplinan kehilangan urgensi..!!

Wahai sahabatku..

Saya pun mulai memahami, bahwa misi itulah yang sebenarnya memberikan kehormatan pada sebuah posisi, seperti jiwa memberi ruh kehidupan kepada jasadnya. Sehingga betapapun tinggi posisi seseorang, jika ia telah kehilangan misinya maka hilang pula seluruh kehormatannya.

Saya jadi mengerti, mengapa orang-orang yang memiliki misi-misi besar & mulia di relung-relung dadanya - selalu memiliki aura kewibawaan & keterhormatan di wajahnya..

Wahai sahabatku..

Saya pun mulai merenungkan tentang kehidupan para pejuang penuh misi mulia, betapa keseimbangan hidup mereka bukan lagi keseimbangan tentang waktu-waktu yang dimilikinya.

Sungguh, engkau akan melihat bahwa ia tidak pernah menakar waktu kerja dengan waktu istirahatnya, ia tidak lagi membagi waktu keluarga dengan waktu perjuangannya – sebagai definisi hidup yang seimbang - karena ia hanya punya satu waktu saja, yaitu waktu perjuangan !!.

Bahwa hidup yang seimbang adalah sebuah definisi bagi kesepadanan antara amanah dan tanggungjawab yang diembannya, kelayakan antara posisi & prestasi yang harus diukirnya, dan sungguh ini adalah tentang keseimbangan antara misi dan potensi yang mesti dioptimalkannya.

Wahai sahabatku..

Maka wasiat-wasiat indah diantara mereka adalah : "jangan pernah kelihatan letih walalupun engkau sedang kelelahan, tunjukkan keberanian walaupun engkau lagi ketakutan, antusias dan bersemangatlah walalupun engkau sedang jenuh, lesu dan bosan - karena umat melihat dan telah mengenalmu sebagai pejuang ".
Duhai, inilah sebenarnya tugas terberat sebuah misi kepemimpinan yaitu : menginspirasi..!. Inilah barangkali mengapa para istri nabi sampai diwanti-wanti.

Wahai sahabatku..

Semua tugas atau misi itu, tentu saja tidak harus kita tunggu untuk diberikan oleh jaman atau di-dikte-kan oleh orang lain kepada kita, bukankah kita bisa demikian bebas untuk menciptakannya dalam ruang imajinasi kita sendiri.
Ketika detail-detail gambarannya sudah demikian jelas anda boleh mulai menyebutnya sebagai VISI - karena ia produk imajinasi para ahli motivasi mengistilahkannya sebagai DREAMS, tapi saya rasa kata OBSESI lebih bertenaga untuk mewakili seluruh makna dan ruh semangatnya.

Keyakinan yang akhirnya selalu menjadi kunci pembukanya, bahwa Allah swt punya satu rencana besar dengan menghadirkan kita ke dunia ini, karenanya anda sungguh berarti bagi dunia ini..

Maka, mari luaskanlah skala perhatian kita, segeralah ambil posisi melibatkan diri pada persoalan-persoalan besar kehidupan… karena MISI itu selalu Allah swt lekatkan pada POTENSI yang anda miliki..!!

[+/-] Selengkapnya...

KESEIMBANGAN

Keseimbangan adalah kosa kata yang telah membawa saya pada sebuah perenungan atas hal-hal yang tampaknya timpang. Betapa bodoh saya selama ini, yang menyangka bahwa keseimbangan itu hanya menyangkut satu dimensi saja yaitu keserasian, layaknya timbangan, seperti : kiri & kanan, laki-laki & perempuan, berat & ringan, dingin & panas atau hal-hal berlawanan lainnya - sehingga ketika kita tidak mendapati keduanya dalam sebuah situasi maka kita menyebutnya sebagai sebuah ketimpangan atau ketidakadilan.

Wahai sahabatku..

Ada dimensi ruang dan waktu dalam fenomena keseimbangan, bahwa kita butuh ruang lebih luas dan waktu lebih panjang untuk melihat sebuah keseimbangan.

Bukankah kita perlu bersabar selama 24 jam, sebelum menyadari keseimbangan antara siang & malam. Bukankah kita perlu melihat seluruh ruang yang dimiliki oleh bumi terlebih dahulu, sebelum mengutuk ketimpangan kehidupan kutub yang demikian beku atau mengeluhkan ketidakadilan panas yang ada di katulistiwa.

Demikianlah, sesungguhnya Allah swt, sang pemilih ruang & waktu telah menyatakan bahwa kehidupan yang IA ciptakan adalah benar-benar seimbang jika kita sungguh-sungguh jeli memperhatikan. (QS. Al Mulk : 3-4)

Wahai sahabatku..

Tidakkah anda setuju, bahwa semua ketimpangan & ketidakadilan di dunia ini sebenarnya adalah sebuah keseimbangan dan keserasian..!!

Kemiskinan, kebodohan & kelaparan sungguh adalah sebuah ketimpangan, jika anda membingkainya bersama dengan kemajuan & kemakmuran peradaban di sebelahnya - tapi sungguh ia adalah keserasian yang sempurna, jika anda memasangnya bersama dengan kemalasan, kepengecutan & kepasrahan kita sendiri sebelumnya, ...bukankah ini pigura yang lebih tepat untuk bingkai persoalannya ?

Oleh karena itu, kita tidak perlu sinis dan dengki terhadap kemajuan, kekuatan atau kecewa terhadap ketidakpedulian dan agresi peradaban mereka . Tak ada guna pula, kita berteriak-teriak mengingatkan tentang ketimpangan & ketidak adilan pada mereka, karena semua ini sesungguhnya adalah tentang karya kita..
Bukankah penjajahan sebenarnya adalah juga sebuah keseimbangan kehidupan - yang tercipta antara kelemahan orang-orang yang baik dan kejahatan orang-orang yang kuat. Bukankah eksploitasi adalah juga sebuah keseimbangan - yang terjadi diantara kelicikan orang-orang yang cerdas dan keluguan orang-orang yang bodoh. Sungguh tidak ada ketimpangan di sana, saya melihat dengan jelas keseimbangannya..!!

Wahai sahabatku..

Sungguh, kita semua berdiri diatas keseimbangan yang telah ditakdirkan oleh Allah swt atas kehidupan ini. Allah telah memberi elang mata yang tajam, seimbang dengan kelincahan mangsa yang menjadi buruannya, sebagaimana IA memberikan beruang kutub bulu yang tebal, seimbang dengan dinginnya suhu daratan yang menjadi habitatnya.

Duhai, betapa tantangan telah diseimbangkan dengan potensi untuk menaklukkannya..!!
Akhirnya, saya merenungkan betapa indah Allah swt menjelaskan hakekat ini, dalam dua ayat sebelumnya (QS. Al Mulk : 1-2) bahwa kehidupan ini sesungguhnya adalah sebuah kompetisi - yang tentu saja selalu fair & seimbang.

Wahai sahabatku..

Sekarang, lihatlah keseimbangan yang telah demikian sempurna tercipta di sekeliling anda, maka sungguh marilah kita bersumpah untuk MERUSAKNYA..!!!

[+/-] Selengkapnya...

ENTITAS PEMBELAJAR

Kehidupan adalah satu wujud yang tetap dan tak berubah, walaupun begitu banyak ragam pandangan yang berbeda terhadapnya..

Dan rasanya kitapun tidak perlu untuk meneliti dan memperbandingkan pandangan mana yang lebih tepat atau lebih benar, karena ini bukan persoalan logika eksakta…

Kehidupan adalah sebuah wujud yang tidak harus kita pandang dalam SATU kacamata saja – apalagi meyakini bahwa itulah satu-satunya pandangan yang paling tepat, misalnya : "pandangan bahwa hidup ini adalah tempat singgah sementara ".

Karena setiap perspektif akan berguna untuk membangun kesadaran baru untuk tindakan-tindakan baru..sebuah perubahan, kemajuan, dinamika, keluasan khazanah peradaban..

“ Sesungguhnya kehidupan adalah bagaikan tempat singgah sementara bagi seorang musafir, yang tujuan akhirnya adalah sorga “ – adalah sebuah perspektif agama yang berfungsi untuk membangun sebuah kesadaran kontapelatif untuk BERTINDAK ETIS , yang dengannya ada kepuasan jiwa rohani yang sangat privat.

Tetapi, tentu saja kita memiliki obsesi untuk mengisi bukan hanya ruang privat tetapi juga ruang public – maka kita harus membaca & menafsirkan kehidupan dunia ini dalam PERSPEKTIF yang LAIN – agar juga tumbuh kesadaran-kesadaran baru pada ASPEK LAIN dari potensi besar diri kita – sehingga lahir kreatifitas-kreatifitas tindakan baru untuk menciptakan kemajuan peradaban pada ruang yang lain : RUANG PUBLIK.

“ Sesungguhnya kehidupan adalah peta impian yang menawarkan banyak ‘destiny’ “– adalah sebuah perspektif yang hendak membangun kesadaran baru yang lain, yaitu tentang VISI, tentang betapa takdir kita (destiny) benar-benar ditentukan & diarahkan oleh mimpi-mimpi (dreams) kita sendiri..

Bahwa semua orang sebenarnya telah memiliki mimpi di alam bawah sadarnya, dimana mimpi yang tak disadarinya ini telah men-drive semua langkah & sikap hidupnya selama ini dan menghadiahkan ‘kondisi saat ini’ sebagai buahnya.. Jika, anda tidak puas dengan kondisi anda saat ini maka coba periksa baik-baik mimpi-mimpi bawah sadar anda, jangan-jangan dreams anda disana memang terlampau sederhana & bersahaja..

“ Sesungguhnya kehidupan adalah ibarat hutan belantara yang hanya berlaku satu hukum saja untuk survive, yaitu : KEKUATAN & KECEPATAN “ - adalah sebuah perspektif lain yang hendak membangun sebuah kesadaran baru yang lain pula, pada diri kita bahwa kehidupan ini adalah juga medan peperangan & pertarungan – bahwa ada persaingan disana, ada pertarungan ideologis di dalamnya… yang sungguh ini bermakna pertempuran yang sangat luas medannya, meliputi : pertempuran politik, ekonomi, social, budaya, tehnologi, informasi, dsb – yang dijalankan dengan semakin sestematis oleh semua tentaranya, yang tentu saja tidak semuanya berseragam ala militer..

Jadi, janganlah menyikapi tashawwurat (perspektif) tema tertentu sebagai sebuah logika eksakta yang hanya memiliki satu buah kebenaran sehingga perspektif yang lain menjadi salah, sesat atau dihukumi menyimpang..

Tapi, perspektif itu ibarat pemantik file atau semacam ‘shortcut’ – untuk menghadirkan kesadaran & pemahaman baru dari keragaman potensi dahsyat yang kita miliki – untuk lahirnya tindakan-tindakan kreatif baru bagi kehidupan..

Para pembelajar selalu memiliki sikap mental terbuka pada perspektif yang berbeda..dan inilah yang saya rasa dimaksud dengan tradisi ilmiah..!!

Para cerdik cendikia telah mengungkapkan bahwa entitas yang akan menciptakan kemajuan adalah entitas pembelajar yang memiliki tradisi ilmiah, bukannya emosi terhadap perbedaan bahkan mereka berusaha mempelajari perspektif, sistematika logika dengan seluruh asumsi-asumsi dan output yg ingin direkayasa oleh teori berpikirnya..

Sungguh saya berharap, entitas pembelajar penuh berkah ini adalah sebuah entitas yang saya juga ada di dalamnya..

[+/-] Selengkapnya...

ITU KRIMINALITAS..!!

Membunuh seseorang adalah sebuah tindakan kriminal paling berbahaya, kejahatan tiada tara karena ia melenyapkan kehidupan. Tidak ada satu negara atau peradaban pun yang memaafkan pembunuhan yang disengaja apalagi dengan perencanaan (kecuali untuk membela diri ).

Biasanya kasus pembunuhan diakibatkan oleh dua hal saja, yaitu kalau bukan bermotifkan dendam atau kebencian, maka seringkali ia dilakukan hanya karena ia adalah sebuah jalan pintas yang paling sederhana untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan..

Saya tidak ingin menuliskan tentang pembunuhan nyawa, tapi saya sedang tertarik untuk menulis sebuah bencana tentang pembunuhan jiwa..

Dalam sebuah hadits yang demikian terkenal dan sungguh tak terbantah, Rasulullah saw menjelaskan bahwa inti dari jiwa manusia adalah hatinya (qalbu), sehingga jika ia baik maka akan baiklah seluruhnya tapi jika ia rusak maka rusak pula seluruh jiwanya..

Benar sahabatku, ini adalah cerita tentang pembunuhan jiwa manusia, kisah tentang pembunuhan qalbu atau hati secara sistematis tapi… tanpa sengaja !

Saya melihat tragedinya..

Ketika jiwa-jiwa yang akhirnya terbunuh itu pada awalnya adalah manusia-manusia yang demikian mendamba untuk menikmati hidup, yang menyangka bahwa fasilitas & uang adalah kuncinya..tapi sayang takdir seolah tak berpihak pada mereka. Jumlah mereka sungguh banyak tak terkira.

Hingga kemudian datanglah serombongan orang bak pujangga yang mengalirkan kata-kata hikmah untuk menghibur tapi dengan sebuah logika & solusi yang terlampau sederhana : “berpalinglah dari dunia dan jangan lagi mengejarnya, ia tak patut dipuja, dan sungguh betapa tak berharganya dunia dibadingkan dengan akherat yang abadi disana, betapa buruknya ambisi dan betapa mulianya kebersahajaan, kebeningan jiwa adalah kunci kebahagiaan bukan harta benda, tahta apalagi wanita yang sungguh semuanya justru adalah cobaan yang akan menggelincirkan keimanan & ketaqwaan……”.

Saya sungguh melihat tragedinya..

Betapa deretan kata-kata indah bak mutiara itu benar-benar menyejukkan ketidakberdayaan mereka, betul-betul memalingkan focus dan pandangannya, mematahkan cita-cita dan angan-angan, meredam hasrat keduniaan - demi ketenangan, kebersahajaan, kepasrahan yang di definisikan sebagai kebahagiaan dan puncak spiritualitas.. !

Ektasi ini demikian efektif bekerja, bagai morphin ia sungguh melenakan dari penderitaan - karena ada kepingan saraf yang dimatikan, ya benar…saraf-saraf kepingan hati tentang obsesi & hasrat pada benda-benda dunia, yang sungguh diperlukan untuk membangun sebuah peradaban.

Padahal solusinya demikian sederhana, anda dapat meraih kebahagiaan, ketenangan, menikmati kehidupan – jika anda mau mempersepsi situasi “SAAT INI” dengan kesyukuran & penerimaan. Kesyukuran & penerimaan tehadap apa yang SAAT INI ditakdirkan untuk anda - akan memberikan sensasi menikmati bukan lagi kekecewaan dan penderitaan yang mendera jiwa.

Ya benar, meraih kebahagiaan dan ketentraman jiwa adalah dengan mensyukuri & menikmati “SAAT INI” yang ditakdirkan, bukan dengan memalingkan focus & pandangan atau mengutuk dan menistakan dunia & segala hal yang gagal kita dapatkan.

Anda harus pandai-pandai menghidupkan saraf-saraf syukur & penerimaan di hati dan qalbu, bukan dengan malah membunuh & mematikan saraf-saraf (lain) hasrat & obsesi yang justru anda butuhkan untuk melipatgandakan etos & semangat untuk meraih apa yang gagal anda dapatkan saat ini.

Janganlah anda menjadi pemburu-pemburu kekayaan spiritualitas, yang mendapatkan buruannya dengan membunuh dan memporakperandakan secara brutal - kepingan-kepingan saraf jiwa yang demikian berharga bagi kemajuan kehidupan & peradaban manusia…kepingan-kepingan hati yang menyimpan obsesi. Sungguh ini sebuah kebiadaban dari - niat baik, keikhlasan yang bertemu dengan kebodohan.

Betul-betul tidak pantas disebut ‘olah jiwa’, jika ketenangan diciptakan oleh kepasrahan, ketentraman diperoleh dengan mematikan hasrat, kepuasan diraih dengan memenggal mimpi.. ya, benar-benar tak ada sedikitpun yang diolah, hanya dibunuh, dipenggal dan hapuskan..!!

Saya sungguh melihat tragedinya..

Kriminalitas yang demikian biadab pada pada jiwa-jiwa masyarakat, yang menjadikan mereka mati tapi dinamakan ketenangan, mereka sungguh pasif & apatis tapi dipuji bahwa itulah tanda hatinya telah tentram, tak ada semangat & etos untuk masa depan tapi disebutnya sebagai puncak kesyukuran..

Kebiadaban ini telah menghancurkan dan meluluhlantakkan kejayaan. Peradaban melorot pada jurang kemiskinan dan keterbelakangan…maka kita kemudian ditaklukkan !!.

Maka sungguh, kriminalitas & pembunuhan jiwa-jiwa ini harus segera dihentikan..!!

Menghidupkan hati adalah menghidupkan semua elemen-elemen syarafnya, agar kita kaya rasa., semakin sensitive serta peka, mampu memaknai dan memandu semua hasrat menjadi gelora kebaikan, kemajuan dan semangat penaklukan dunia..tentu saja ketaqwaan sebagai rajanya, sebagaimana Nabi Sulaiman as – yang digdaya..!!

Wahai sahabatku, jangan pernah berpaling dari dunia tapi sungguh, taklukkan dia..!!!

[+/-] Selengkapnya...

BENIH KEMAJUAN

Pertanyaan besar dalam sejarah kemanusiaan adalah : “Bagaimana menciptakan kemajuan ?”

Menciptakan kemajuan berarti membuat perubahan dan tentu saja setiap kemajuan besar selalu mensyaratkan perubahan besar sebagai benihnya. Ada satu kosakata berikutnya yang sering mengiringi tema perubahan yaitu : momentum.

Berbeda dengan istilah fisika, dimana momentum adalah hasil perkalian antara massa dengan kecepatan (p = m.v) - maka momentum perubahan sering dimaknai sebagai kejadian tertentu yang menjadi pemicu sebuah perubahan, barangkali dengan mengambil 'moment' sebagai akar kata pembentuk istilahnya.

Tapi, saya memahami momentum itu bukanlah pada ada tidaknya “moment istimewa” itu, tetapi lebih kepada bangkitnya kesadaran yang diikuti oleh kebutuhan / keterdesakan terhadap perubahan, sehingga ia menjadi pemicu ledakannya.

Oleh karena itu kekuatan perubahan itu sesungguhnya bukan pada pemicunya tetapi pada tingginya tingkat kesadaran seseorang.

Saya melihat ada tiga tipe manusia dalam mensikapinya, yaitu :

Pertama, manusia-manusia lemah, yaitu orang-orang yang justru tidak mampu membuat kemajuan dan perubahan apapun ketika dirinya lemah, tertindas & terdesak oleh sebuah peristiwa. Akal dan logikanya mati bersamaan dengan kematian mentalnya, kekerdilan jiwa dan kepengecutan telah membunuh semua kreatifitasnya dan satu-satunya alasan kenapa dirinya tidak maju adalah karena takdir demikian menindasnya.

Barangkali jumlah mereka yang begitu dominan pada masa lalu-lah yang membuat bangsa ini harus terjajah 350 tahun..juga menjadikan kita sebagai bangsa yang paling terlambat pulih dari krisis ekonomi bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti : Thailand, Malaysia bahkan Vietnam.

Kedua, manusia-manusia kuat, yaitu mereka yang mampu menjadikan ‘penindasan takdir’ itu menjadi sebuah momentum yang memicu kesadaran terhadap potensi yang dimilikinya… untuk melawan, membuat perubahan & kemajuan.

Orang-orang yang kuat mentality-nya..!!. Hanya saja mereka butuh ‘momentum’ yang bisa mendesak dan cukup menindasnya, agar ia terjaga dari tidurnya. Maka, tentu saja ia selalu terlambat.. karena keburukan selalu ia butuhkan untuk melahirkan kebaikan-kebaikan juga kekuatan, sama seperti cerita : “Popeye sang pelaut yang tidak pernah makan bayam ‘kesaktiannya’ kecuali setelah babak belur dahulu dipukuli Brutus”. Demikianlah, mereka orang-orang kuat tapi selalu terlambat menggunakan kekuatannya..!

Diluar mereka semua, ada sekelompok kecil manusia dari jenis yang luar biasa, yang demikian aktif membuat perubahan dan menciptakan kemajuan, tidak ada sesuatu yang mendesak dirinya, kecuali satu hal saja : obsesi.

Obsesi bukanlah peristiwa, ia hanyalah visi imajinatif tapi begitu nyata, sangat kuat membangkitkan seluruh kesadarannya, menggesa kemauan & membakar tungku-tungku semangat jiwanya..

Orang-orang yang obsesif ini tidak lagi membutuhkan ‘moment’, peristiwa atau kejadian apapun di lingkungan sekitarnya – untuk memicu perubahan-perubahan besar dirinya. Visi & mimpi-mimpi itu telah meledakkan seluruh kesadarannya sehingga seluruh waktunya adalah momentum-momentum.. semuanya !!

Inilah yang menjadikan orang-orang yang obsesif & visioner senantiasa melesat lebih cepat, life-speed atau ritme hidupnya demikian tinggi & efektif, maka kita melihat seolah-olah mereka kehabisan waktu senggangnya..

Manusia-manusia dari jenis yang ketiga inilah yang saya maksud dengan benih-benih kemajuan itu, yang selalu dibutuhkan oleh semua bangsa untuk melahirkan kebangkitannya..!

Maka, marilah kita perbanyak jumlah mereka..!!

[+/-] Selengkapnya...

KONSISTENSI & KESEDERHANAAN LOGIKA

Suatu ketika, saya mendengar kisah seorang gadis kecil penjaja kue yang demikian luarbiasa. Saat itu siang hari, ketika serombongan pejabat memasuki sebuah restoran di daerah Pecenongan Jakarta untuk makan siang. Mereka masuk restoran, mengambil tempat duduk dan mulai membaca menu makanan ketika tiba-tiba beberapa pedagang asongan menyerbu masuk ke restoran dan berebut menawarkan dagangannya.

Agak terganggu dengan kehadiran para pedagang asongan ini, beberapa pejabat itu segera merogoh uang receh dan langsung memberikannya kepada mereka, dan…. benar saja merekapun langsung menghambur pergi semuanya, kecuali satu orang.

Gadis kecil itu masih menawarkan kue dagangannya tanpa menghiraukan uang receh yang diulurkan kepadanya. Maka sang pejabat inipun segera mengganti uang receh itu dengan selembar kertas seribu rupiah, mengulurkan dengan malas kepada penjaja kue ini. Tetapi aneh, penjaja kue kecil ini masih tidak bergeming dan terus merayu agar kue dagangannya dibeli. Situasi itu segera saja menarik perhatian seluruh teman-teman sang pejabat dan merekapun mulai memperhatikan keduanya. Dengan serius kemudian bapak pejabat tadi mengganti pemberiannya dengan selembar uang lima ribu rupiah dan menyodorkannya kembali sambil berharap anak ini segera pergi meninggalkannya. Rupanya, ia gagal karena gadis kecil yang tampak lugu ini masih tidak bergeming dan semakin serius menawarkan kue-kuenya. Rasa penasaran membuat bapak pejabat ini segera memilih pecahan sepuluh ribu rupiah dari dompetnya dan menjelaskan bahwa uang itu berarti hampir sama dengan separoh dari nilai seluruh dagangan sang penjaja kue, dan ia tak hendak meminta satu kue-pun sebagai gantinya. Tapi gadis kecil itupun masih menolaknya..! Dengan keheranan bapak pejabat ini – yang ramai ditimpali pula oleh rekan-rekannya – bertanya : “mengapa engkau menolaknya, wahai adik kecil..!!?”. Maka dengan ringan dan demikian lugu ia menjawab : “Ibu menyuruh saya mencari uang dengan menjual kue, dan saya tidak boleh meminta-minta..!. Semuapun terperanjat dengan jawaban yang tak mereka duga-duga sebelumnya, maka dengan penuh keharuan rombongan pejabat tadi segera memborong semua kue-kue yang dijajakan gadis kecil itu, sambil memaksakan uang tambahan yang mereka bilang sebagai bonus atas kebaikan sikapnya.

Wahai sahabatku..

Gadis kecil itu tidak mau menerima uang pemberian adalah karena sebuah prinsip yang menjadi kehormatan dirinya. Konsistensi telah memberikan ‘class’ pada mentalitas kepribadiannya.Hal inilah yang kemudian membedakan dirinya dengan yang lain. Bukankah, mentalitas yang memang akan selalu memberikan keistimewaan, ‘class’ dan keterhormatan – bahkan ketika ia dalam kebersahajaan fisik, harta maupun pengetahuan.

Wahai sahabatku..

Kemuliaan sikap, sungguh telah ia tampilkan dengan demikian sederhana, karena ia memang tidak membutuhkan ‘kemewahan’ intelektual untuk menganalisa dan membedah pilihan-pilihan bagi respon terbaiknya…

Selalu saja, pada akhirnya yang kita butuhkan ternyata hanyalah sebuah prinsip – yang karenanya ia demikian sederhana - untuk menjadi logika tindakan bagi semua sikap-sikap kita. Prinsip adalah norma-norma jiwa, dan konsistensi adalah mentalitas yang menjaganya. Orang-orang menyebutnya sebagai kepolosan dan keluguan yang sebenarnya adalah kejujuran & keihlasan yang bersih dari prasangka atau kelicikan logika materialistik semacamnya.

Wahai sahabatku..

Demikianlah, bahwa prinsip – prinsip itu selalu meringkas kerumitan logika, memisahkannya dari bias ego & syahwat kita. Dan ketahuilah, bahwa prinsip-prinsip itu telah Allah tanamkan di semua dada-dada kita. Anda akan selalu menemukannya jika anda benar-benar mencari dan menggali hati, dan jangan sekali-kali melibatkan logika disana.. karena ini memang tentang hal-hal luar biasa, yang sungguh di luar logika manusia pada umumnya.

Wahai sahabatku..

Barangkali inilah rahasia dari kesederhanaan berlogika yang kita menyebutnya sebagai keluguan & kepolosan - yang ia sungguh adalah hasil dari sebuah ketajaman.

Duhai, betapa ringannya sebuah konsistensi bagi jiwa-jiwa yang polos, lugu dan tajam ..seperti milik gadis kecil itu..!!

[+/-] Selengkapnya...

RESPON KEHIDUPAN

Saya sering merenungkan perspektif-perspektif sederhana dalam memandang kehidupan ini, agar ia menjadi tampak mudah untuk menjalaninya, salah satunya adalah perspektif : RESPON.

Dalam perspektif sederhana ini, saya memandang bahwa kehidupan sebenarnya hanyalah sekedar kumpulan-kumpulan respon saja. Yaitu respon - respon terhadap hubungan komunikasi dan interaksi yang terjadi, sehingga persoalan kehidupan inipun rasanya hanya satu hal saja, yaitu masalah RESPON.

Wahai sahabatku..

Respon - respon itulah yang sebenarnya membentuk identitas kepribadian, yang dengannya seseorang dikenal dan dikenang. Bukankah respon-respon itulah yang kemudian dinilai ‘trend-nya’ dan diraba oleh orang lain sebagai ‘sosok’ kita yang sebenarnya, yang dengan ‘sosok abstrak’ itulah sesungguhnya kita berkomunikasi & berinteraksi - bukan dengan organ-organ fisik, tapi dengan sosok kepribadian yang melahirkan ’respon fisik’ itu.

Disinilah kita menyadari, mengapa, Allah swt pun menilai bukan terhadap kualitas fisik melainkan pada kualitas respon-respon terhadap jalinan interaksi dan komunikasi dalam sejarah kehidupan seseorang (‘amal / sikap).

Wahai sahabatku..

Saya jadi merenungkan tentang manusia, yang perut & syahwat-nya demikian mendominasi respon – responnya, hingga ia memenuhi seluruh cerita tentang hidupnya..

Saya juga merenungkan tentang manusia, yang respon-responnya hampir selalu tentang hal-hal kecil & urusan – urusan sepele - maka saya merasa itulah kira-kira class-nya.

Padahal, kehidupan ini sungguh menyajikan begitu banyak warna & dinamika dan juga begitu luas pula kanvas yang tersedia, anda selalu tinggal memilih respon-respon keterlibatan anda disana.

Semakin banyak dimensi yang anda libatkan tentu saja semakin menegaskan kehadiran & pengaruh anda, juga dinamika yang akan tercipta. Respon lisan dengan hati tentu lebih baik daripada respon lisan saja tanpa hati, dan tentu akan sempurna jika disertai dengan respon ‘amal (aktifitas), apalagi ditambahkan pula harta bahkan sebagian manusia meraih kehormatan & kemuliaannya dengan mempertaruhkan nyawa untuk lukisan di kanvasnya..

Wahai sahabatku..

Keragaman respon manusia tentu saja berawal dari derajat sensitifitas yang berbeda. Logika, pemahaman & paradigma sungguh telah menyebabkan konstruksi kepekaan yang tak sama diantara mereka.

Bukankah seseorang perlu pengetahuan agar sensitive terhadap bahaya, perlu pemahaman untuk menjadi peka terhadap faktor-faktor yang mengancamnya, perlu ilmu untuk ‘aware’ pada potensi & kekuatan yang dimilikinya – sebagaimana juga ia perlu kontepelasi (ibadah) untuk tak mudah emosi, perlu mengambil jarak untuk menjadi bijak. Benar sehabatku, itulah dua dimensi kepekaan manusia, kepakaan akal dan kepekaan jiwa..

Wahai sahabatku,

Dalam renungan ini aku menangkap sebuah ironi..

Berduyun-duyun manusia mendatangi tempat-tempat ibadah, menyerahkan diri penuh kontapelasi, sungguh ikhlas mensucikan jiwa & menghidupkan hati, membersihkannya agar ia sensitif dan menjadi peka tetapi.. kontapelasi indah itu sungguh menyibukkan & menyita hampir semua waktunya hingga tak ada lagi waktu untuk ‘melukiskan’ respon-respon pada kanvas kehidupannya.

Benar sahabatku, sebuah ironi tentang keterputusan antara membangun sensitifitas & melahirkan respon. Inilah ironi kehidupan para ahli ibadah, yang menjebak dengan cara yang sama, para ilmuwan dalam ilusi pengetahuan - yang jauh dari aspek praksis kehidupan. Sungguh mereka tidak melahirkan apa-apa kecuali akhirnya hanyalah pantulan kekecewaan & skeptisme pada warna-warna dunia..

Wahai sahabatku..

Liarnya kehidupan & riuhnya godaan, sungguh membuat sensitifitas itu selalu membutuhkan komitmen & keberanian - bahkan kadang-kadang - untuk lahirnya satu respon saja yang benar dan efektif di sana..!!.

Demikianlah, aku merenungkan kesempurnaan siklusnya : ilmu & ibadah, sensitifitas & kepekaan, kemudian komitmen & keberaniaan, barulah respon - respon indah kehidupan.

Wahai sahabatku..

Maka, saya pun mulai membaca posisi diri, mengapa respon - respon buruk terus saja terjadi..?

Sungguh sahabatku, beritahukanlah segera,..apakah ini masalah sensitifitas, awareness, komitmen, keberanian ataukah.. semuanya bermasalah ?

[+/-] Selengkapnya...