Kamis, 22 Januari 2009

Kemuliaan

Kesuksesan dan kemuliaan adalah dua hal yang memiliki dimensi yang berbeda, dalam ukuran-ukuran maupun sudut pandang penilaiannya..

Jika kesuksesan adalah ukuran terhadap HASIL perjuangan, maka kemuliaan adalah ukuran untuk PROSES-nya.

Jika kesuksesan & kemenangan bisa berlaku kolektif maka ukuran kemuliaan itu selalu pada dimensi personal

Seseorang bisa mulia walaupun mendapatkan kekalahan..
Para syuhada itu mulia dan mendapatkan derajat yang tinggi disisi Allah swt walaupun ia gugur & kalah dalam pertempuran..

Ia mulia karena kesucian niatnya, mulia karena kesungguhan amalnya, mulia karena besarnya pengorbanannya juga keberaniannya, ia mulia karena kegembiraan dalam kesulitan perjuangannya di jalan Allah, ia mulia karena ia tegar dan tak pernah merubah janji dan sumpahnya fii sabilillah..

Dan sebaliknya, bisa jadi kita menang secara kolektif, tapi secara personal sangat mungkin sebagian orang didalamnya tidak mendapatkan kemuliaan bahkan mungkin hina di mata Allah, pengorbanannya memang tidak sia-sia hanya saja secara pribadi ia mendapatkan kerugian..

Kemuliaan juga tidak berhubungan dengan posisi & kedudukan - yang seringkali menjadi ukuran kesuksesan - karena ia memang bukan sebuah karir struktural

Jika kesuksesan itu mencakup prinsip-prinsip efisiensi, efektifitas & optimalisasi pada taktik dan strategi - maka kemuliaan itu menyangkut : motivasi & niat, komitmen & kesungguhan, tsabat & pengorbanan, semangat & keberanian

Jika kesuksesan menyangkut manajemen sumberdaya maka kemuliaan adalah masalah pengelolaan jiwa

Satu hal yang perlu kita sadari dengan baik, bahwa kemenangan dan kemuliaan adalah dua kosakata yang hanya akan hadir setelah ada pertempuran..

Oleh karena itu, jika seseorang itu benar-benar seorang muslim yang baik maka ia akan menyambut pertempuran dan selalu mempersiapkannya.. karena disanalah ia akan mendapatkan kemenangan dan meraih kemuliaannya..

Menyambut pertempuran adalah gambaran tentang jiwa & mentalitas para petarung yang selalu menunggu-nunggu momentum kehidupan - yang melintas pada jalan sejarah yang menjadi takdirnya..

Dan ketahuilah, tidak semua generasi di berkahi Allah dengan momentum itu pada masa mudanya..yang menjadi masa-masa terbaiknya

Betapa banyak tentara yang menghabiskan masa mudanya di barak-barak latihan sementara peperangan yang ditunggu-tunggunya justru terjadi di saat usianya telah tua, bukan pada masa-masa terbaik yang dimilikinya..

Sehingga para sahabat nabi dahulu, sampai menangis dan demikian kehilangan ketika ia tertinggal dalam sebuah kesempatan jihad fii sabilillah .. karena itu berarti terlewat sudah sebuah momentum untuk mengukir prasasti kemuliaan dirinya.. sebagaimana diabadikan Allah dalam QS.9:92

Maka, jadilah orang-orang yang menunggu-nunggu..!!

1 komentar:

Bang Irwan mengatakan...

Segalanya memang tergantung orientasi dan keyakinan pada awalnya. Bagi seorang 'machiavellianism', kemuliaan itu hadir melalui hasil akhirnya. Kesuksesan itulah kemuliaannya. Kemenangan itulah kemuliaannya. Sebanyak apa pun kenistaan untuk meraihnya. Masalahnya, sadar atau tidak, sebagain besar pemburu kesuksesan itu sedang melakoni postulat machiavelli ini.

Maka demikianlah kemuliaan Islam mengajarkan tentang nilai dan sebuah paradigma terbalik. Bahwa hasil itu urusan Allah dan kita hanya perlu merealisasikan syarat-syaratnya. Tetapi yang menjadi penilaian Allah adalah bagiamana kita melakoni prosesnya. Sikap batin & keteguhan iman menghadapi kejatuhan dan kebangkitannya. Dan dalam setiap proses itu Allah selalu memberikan 'reward", kesabaran disaat terjatuh adalah pahala, dan kesyukuran disaat berhasil juga dapat pahala. Maka betapa indah akhir dari setiap urusan kaum mukminin itu...